Mision

STT Sunergeo : "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk" (Markus 16:15)

Selasa, 05 Oktober 2021

Dasar-Dasar Pendidikan Agama Kristen

1. HAKIKAT PENDIDIKAN

  Pendidikan berasal dari bahasa Yunani “paedagogiek” (paid = anak, agogos = membimbing/menuntun, iek = ilmu) adalah ilmu yang membicarakan bagaimana memberikan bimbingan kepada anak. Dalam bahasa Inggris, pendidikan diterjemahkan menjadi ‘education’ yang berarti membawa keluar yang tersimpan dalam jiwa anak, untuk dituntun agar tumbuh dan berkembang.

      Hakikat Pendidikan adalah pendidikan untuk manusia dan dapat diperoleh selama manusia lahir hingga dewasa. Pada hakikatnya pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki potensi spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Achmad Munib, 2004: 142).

        Hal di atas menjelaskan bahwa pendidikan merupakan suatu upaya yang terencana, yang dilakukan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik tentu berbeda–beda, yang nantinya adalah tugas seorang pendidik untuk mampu melihat dan mengasah potensi–potensi yang dimiliki peserta didiknya sehingga mampu berkembang menjadi manusia berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara.

       Pendidikan mempunyai tugas untuk menghasilkan generasi yang baik, manusia–manusia yang lebih berbudaya, manusia sebagai individu yang memiliki kepribadian yang lebih baik. Tujuan pendidikan di suatu negara akan berbeda dengan tujuan pendidikan di negara lainnya, sesuai dengan dasar negara, falsafah hidup bangsa, dan ideologi negara tersebut.

    Di Indonesia dikenal istilah Pendidikan Nasional, adapun yang dimaksud dengan pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai–nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Sedangkan tujuan dari pendidikan nasional sebagaimana yang tercantum di dalam UU No. 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

     Pendidikan sangat berguna dalam kehidupan manusia. Menurut Agus Taufiq, dkk (2011: 1.3) pendidikan setidak-tidaknya memiliki ciri sebagai berikut: (1) Pendidikan merupakan proses mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat, dimana dia hidup, (2) Pendidikan merupakan proses sosial, dimana seseorang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah) untuk mencapai kompetensi sosial dan pertumbuhan individual secara optimum, (3) Pendidikan merupakan proses pengembangan pribadi atau watak manusia.

        Secara formal pendidikan itu dilaksanakan sejak usia dini sampai perguruan tinggi. Adapun secara hakiki pendidikan dilakukan seumur hidup sejak lahir hingga dewasa. Waktu kecil pun dalam UU 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pendidikan anak usia dini yang nota bene anak-anak kecil sudah didasari dengan pendidikan yang mengajarkan nilai-nilai moral yang baik agar dapat membentuk kepribadian dan potensi diri sesuai dengan perkembangan anak. Dalam PP 27 tahun 1990 bab 1 pasal 1 ayat 2, disebutkan bahwa sekolah untuk peserta didik yang masih kecil adalah salah satu bentuk pendidikan pra sekolah yang menyediakan program pendidikan dini bagi anak usia 4 tahun sampai memasuki pendidikan dasar (Harianti, 1996: 12). Di samping itu terdapat 6 fungsi pendidikan (Depdiknas 2004: 4), yaitu:

  • Mengenalkan peraturan dan menanamkan disiplin kepada anak.
  • Mengenalkan anak pada dunia sekitarnya.
  • Menumbuhkan sikap dan perilaku yang baik.
  • Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi.
  • Mengembang ketrampilan, kreativitas, dan kemampuan yang dimiliki anak.
  • Menyiapkan anak untuk memasuki pendidikan dasar.

        Dari beberapa uraian di atas inilah, maka pendidikan yang menanamkan nilai-nilai positif akan tepat dimulai ketika anak usia dini. Dengan demikian pendidikan bagi peserta didik yang masih kecil merupakan landasan yang tepat sebelum masuk pada pendidikan yang lebih tinggi. Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan awal yang sesuai dengan tujuan untuk mengembangkan sosialisasi anak, menumbuhkan kemampuan sesuai dengan perkembangannya, mengenalkan lingkungan kepada anak, serta menanamkan disiplin, karena secara tidak langsung dapat menanamkan atau mentransfer nilai-nilai moral dan nilai sosial kepada anak. Jadi dari uraian konsep pendidikan seperti tersebut dalam pendahuluan, dapat dipahami makna dan kepentingan pendidikan secara hakiki bagi manusia. Pendidikan bagi manusia dapat diuraikan sebagai berikut.

        1. Manusia sebagai makhluk Tuhan.

        Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna. Manusia lahir dalam keadaan lemah, tidak berdaya apa-apa. Oleh karena ketidak berdayaan ini, manusia membutuhkan bantuan, mulai dari kebutuhan fisik/biologis seperti makan, minum, berjalan, berbicara, dan lain sebagainya sampai pada kebutuhan rohaniah seperti kesenangan, kepuasan, dan lain sebagainya. Dari ketidak berdayaan ini inilah lalu manusia berusaha dengan menggunakan akal dan pikirannya. Manusia menggunakan lingkungan sebagai ajang belajar. Akhirnya dengan pendidikan manusia mempelajari lingkungannya. Dengan pendidikan manusia menjadi “berdaya” atau “mampu”. Manusia menggunakan akalnya seperti yang dikatakan oleh Cassirer bahwa manusia itu mengguanakan akalnya. Manusia adalah makhluk yang berakal. Bahkan karena akalnya itu, Ernst Cassirer seorang filsuf dalam bukunya An Essay on Man (1944) menekankan bahwa manusia adalah animal symbolicum yang artinya manusia adalah binatang bersimbol. Untuk membedakan manusia dengan binatang, terletak pada kemampuan akal manusia yaitu dengan menciptakan simbol-simbol dan tanda-tanda bagi komunitasnya.

    Van Baal (1987:17) juga mengatakan bahwa sesuatu yang menjadi milik manusia itu diperoleh dengan dua cara: Pertama, secara umum untuk menunjukkan segala sesuatunya dengan belajar. Van Baal mengatakan bahwa manusia memperoleh dengan cara belajar dan pengembangannya dalam pengetahuan, kelembagaan, kebiasaan, keterampilan dan seterusnya. Kedua, sebagai suatu istilah yang mencakup kesemuanya untuk menunjukkan bentuk kehidupan secara total dari para anggota suatu kelompok tertentu.

    Hal demikian juga seperti dikatakan oleh Kuntjaraningrat bahwa manusia itu memperoleh segala sesuatunya dengan belajar. Ia mengatakan bahwa segala sesuatu yang menjadi milik manusia itu diperoleh dengan belajar. Koentjaraningrat (1996:72) yang dikenal sebagai bapak kebudayaan menyatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Kata belajar inilah menjelaskan bahwa sejak lahir sampai dewasa manusia selalu belajar dari lingkungannya. Meski dia tokoh kebudayaan, tetapi karena pendidikan pun bersifat luas dan milik manusia, maka apa yang dialami manusia yang diperoleh dengan belajar adalah juga pendidikan.

2. Manusia memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Sebagai makhluk sosial dan juga sebagai makhluk individu, manusia memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Manusia akan membagi kelebihannya dengan manusia lain, sedangkan sebagai makhluk individual manusia butuh mencukupi kekurangan pada dirinya. Sebagai makhluk sosial pula, manusia berhubungan dengan banyak orang. Ia akan belajar dari manusia dan juga alam di sekelilingnya. Kemudian yang berada di sekelilingnya itu akan diserap ke dalam otaknya dan akan menjadi miliknya. Dengan demikian manusia akan belajar dari lingkungannya. Masing-masing manusia yang ditemuinya ada yang memiliki kelebihan dan ada yang memiliki kekurangan.

3. Manusia secara kodrati memiliki potensi yang dibawa sejak lahir.

Sebagai manusia ia juga memiliki kemampuan yang dibawa sejak lahir. Kemampuan atau potensi ini menurut ilmu jiwa disebut bakat (talent). Bakat sejak lahir itu perlu pemupukan dari lingkungannya terutama keluarga. Oleh karena sebagai manusia memiliki kekurangan maka untuk mengembangkan bakat ini dibutuhkan juga pendidikan. Potensi yang dimaksud adalah kemampuan seperti diungkapkan dalam Undang-undang 20 tahun 2003 tentang pendidikan. Dalam pasal 1 ayat 4 dijelaskan bahwa peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu (UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Peserta didik itu juga manusia, maka dapat dikatakan bahwa manusia itu dalam mengembangkan potensinya juga membutuhkan pendidikan. Apalagi jika potensi itu dari lahir yang disebut bakat (talent).

4. Manusia merupakan suatu proses.

Manusia itu sejak lahir sampai dewasa mengalami suatu “proses”. Proses yang panjang ini dilalui dengan pendidikan, yaitu dengan memperoleh “nilai” yang diperoleh dari masyarakatnya. Masyarakat keluarga, masyarakat sekolah, masyarakat tempatnya bekerja, dan masyarakat tempat manusia itu bergaul. Secara holistik, nilai ini diraih dalam rangka “memanusiakan” dirinya. Pernyataan bahwa pendidikan itu dialami manusia sejak lahir hingga dewasa, hal tersebut mengisyaratkan bahwa pendidikan itu dimulai sejak kecil hingga dewasa.

Maka jika dari kecil sudah diberi pendidikan seperti tersebut di atas, dan selama hidup, lingkungannya juga membentuk manusia lahir dan batinnya, maka ketika dewasa pun akan membentuk karakter. Oleh karena itu dapat disebutkan bahwa manusia adalah suatu proses.

5. Manusia sebagai makhluk individu.

Manusia hidup sebagai dirinya sendiri. Dalam mengarungi hidupnya bagaikan “orang buta yang berjalan di tengah hutan pada malam hari musim hujan”. Ia tidak tahu dirinya, bahkan tidak kenal dengan dirinya sendiri. Oleh karena itu, manusia melakukan upaya menemukan jati dirinya. Upaya-upaya ini dilakukan dengan belajar dari lingkungannya yaitu dengan pendidikan yang dilakukannya dalam jangka waktu yang tidak ada batasnya, yaitu sepanjang hayat di kandung badan, sepanjang hidupnya. Jati diri manusia adalah “kematangan” atau “kedewasaan”. Yang dimaksud adalah matang secara ragawi, matang secara rohani, matang intelektual. Di samping itu juga matang dalam berhubungan baik secara horizontal (hubungan antar manusia dengan manusia dan alam lingkungan) maupun hubungan vertikal (hubungan manusia dengan Tuhannya). Penemuan “jati diri” yang benar inilah yang akan menobatkan manusianya sebagai manusia.

2. SISTEN & PERKEMBANGAN PENDIDIKAN

Menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003, Pendidikan di Indonesia didefinisikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Melalui proses pembelajaran, beragam manfaat dapat didapatkan oleh peserta didik. Manfaat-manfaat tersebut meliputi pengembangan kemampuan dan potensi, serta pembentukan watak. Pembentukan watak yang dimaksud adalah kreatif, cakap, mandiri dan bertanggung jawab. Saat ini, proses pembelajaran banyak mengalami perkembangan, salah satunya adalah metode belajar di rumah.

1. Mengenal Pendidikan di Indonesia

Dalam proses menjalankan pendidikan di Indonesia, Pancasila merupakan landasan ideologi dasar. Landasan ini bersifat mengikat dan memiliki kekuatan hukum bagi pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia. Hal ini dilakukan mengingat pentingnya pendidikan bagi mutu dan kualitas bangsa.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia merupakan instansi pemerintah yang bertanggung jawab atas pendidikan di Indonesia. Beberapa tugas dari instansi pemerintahan ini meliputi penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan masyarakat, serta pengelolaan kebudayaan.

Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan di Indonesia terdapat beragam program prioritas yang dijalankan pemerintah. Program-program tersebut meliputi:

# Peningkatan pembiayaan pendidikan di Indonesia.

# Digitalisasi sekolah untuk pendidikan di Indonesia

# Peningkatan mutu tenaga pengajar

# Peningkatan kualitas mutu kurikulum pendidikan di Indonesia.

# Revitalisasi pendidikan tingkat vokasi (keahlian)

# Program pendidikan tinggi atau kampus merdeka

# Peningkatan bahasa dan budaya

       2. Sistem dan Jenjang Pendidikan di Indonesia

     Saat ini, sistem pendidikan di Indonesia yang dijalankan adalah sistem pendidikan Nasional. Sistem pendidikan ini berlaku bagi seluruh jenjang pendidikan, mulai dari pendidikan dasar hingga tinggi. Jika sebelumnya wajib belajar bagi masyarakat Indonesia ditetapkan selama 9 tahun, meliputi 6 tahun untuk sekolah dasar dan 3 tahun untuk sekolah menengah. Namun, kini telah ditingkatkan hingga 12 tahun yang meliputi 6 tahun untuk pendidikan dasar, 3 tahun untuk pendidikan menengah pertama, dan 3 tahun untuk pendidikan menengah atas.

    Pendidikan menjadi sektor yang amat penting bagi kemajuan suatu bangsa. Untuk itu penting memilih hunian yang dekat sarana pendidikan agar memudahkan proses belajar mengajar.

   Sistem pendidikan Nasional bertujuan untuk mendidik dan memberikan pengetahuan secara akademis, keterampilan, hingga perilaku. Terdapat beberapa sistem pendidikan di Indonesia yang telah diberlakukan, yang mana telah memberikan dampak bagi pengembangan sumber daya manusia di Indonesia. Sistem pendidikan tersebut meliputi:

a. Sistem Pendidikan di Indonesia dengan Orientasi Nilai

b. Sistem Pendidikan di Indonesia dengan Sistem Terbuka

c. Sistem Pendidikan di Indonesia Secara Beragam

    2. Perkembangan pendidikan di Indonesia

 Seiring berjalannya waktu, sistem pendidikan di Indonesia secara dinamis mengikuti perkembangan zaman. perkembangan tersebut dapat dilihat dari pergantian kurikulum belajar yang berlaku. Hingga saat ini, setidaknya sistem pendidikan di Indonesia telah berganti kurikulum sebanyak 10 kali, sejak dimulai dari tahun 1947.

Berikut ini akan dijelaskan secara detail terkait perkembangan pendidikan di Indonesia melalui kurikulum yang sempat berlaku, hingga kurikulum pendidikan yang saat ini diterapkan.

    1. Kurikulum Rentjana Pelajaran 1947

  Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran.

   Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Yang diutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani. Setelah rencana pembelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum Indonesia mengalami penyempurnaan.

    2. Kurikulum Rentjana Pelajaran Terurai 1952

    Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran”.

3. Kurikulum Rentjana Pendidikan 1964

Yang menjadi ciri dari kurikulum ini pembelajaran dipusatkan pada program pancawardhana yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional, kerigelan dan jasmani.

4. Kurikulum 1968

 Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.

5. Kurikulum Pendidikan 1975

Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective). Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan.

6. Kurikulum Pendidikan 1984

Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).

7. Kurikulum 1994 dengan Suplemen Kurikulum 1999

Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,”

8. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) tahun 2004

Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa.

9. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006

KTSP ini merupakan bentuk implementasi dari UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: (1)standar isi, (2)standar proses, (3)standar kompetensi lulusan, (4)standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5)standar sarana dan prasarana, (6)standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan (7)standar penilaian pendidikan.

10. Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi yang dirancang untuk mengantisipasi kebutuhan kompetensi abad 21. Kurikulum 2013 mempunyai tujuan untuk mendorong peserta didik atau siswa, mampu lebih baik melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan (mempresentasikan) apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pelajaran.

3. UNDANG-UNDANG PENDIDIKAN

    Secara khusus, pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan, yang berlangsung di dalam dan luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang (Mudyaharjo, 2008: 3, 11). Menurut Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional pasal 1 : “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.

    1. Undang-undang Pendidikan

  • Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
          Pada Pembukaan UUD 1945 yang menjadi landasan hukum pendidikan terdapat pada Alinea Keempat.
  • Pendidikan menurut Undang-Undang 1945
          Undang – Undang Dasar 1945 adalah merupakan hukum tertinggi di Indonesia. Pasal-pasal yang berkaitan dengan pendidikan Bab XIII yaitu pasal 31 dan pasal 32. Pasal 31 ayat 1 berisi tentang hak setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan, sedangkan pasal 31 ayat 2-5 berisi tentang kewajiban negara dalam pendidikan. Pasal 32 berisi tendang kebudayaan. Kebudayaan dan pendidikan adalah dua unsur yang saling mendukung satu sama lain.

        1. Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional
            Undang-undang ini memuat 59 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum (istilah-istilah dalam undang-undang ini), kedudukan fungsi dan tujuan , hak-hak warga negara untuk memperoleh pendidikan, satuan jalur dan jenis pendidikan, jenjang pendidikan, peserta didik, tenaga kependidikan, sumber daya pendidikan, kurikulum, hari belajar dan libur sekolah, bahasa pengantar, penilaian, peran serta masyarakat, badan pertimbangan pendidikan nasional, pengelolaan, pengawasan, ketentuan lain-lain, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.

        2. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
            Undang-undang ini selain memuat pembaharuan visi dan misi pendidikan nasional, juga terdiri dari 77 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum(istilah-istilah terkait dalam dunia pendidikan), dasar, fungsi dan tujuan pendidikan nasional, prinsip penyelenggaraan pendidikan, hak dan kewajiban warga negara, orang tua dan masyarakat, peserta didik, jalur jenjang dan jenis pendidikan, bahasa pengantar, stándar nasional pendidikan, kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pendanaan pendidikan, pengelolaan pendidikan, peran serta masyarakat dalam pendidikan, evaluasi akreditasi dan sertifikasi, pendirian satuan pendidikan, penyelenggaraan pendidikan oleh lembaga negara lain, pengawasan, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.

        3. Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
            Undang undang ini memuat 84 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum (istilah-istilah dalam undang-undang ini), kedudukan fungsi dan tujuan, prinsip profesionalitas, seluruh peraturan tentang guru dan dosen dari kualifikasi akademik, hak dan kewajiban sampai organisasi profesi dan kode etik, sanksi bagi guru dan dosen yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.

        4. Undang-Undang No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
            Undang-undang ini memuat 97 Pasal yang mengatur tentang Ketentuan Umum, Lingkup, Fungsi dan Tujuan, Standar Isi, Standar Proses, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Pendidikan dan Tenaga Pendidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan, Standar Penilaian Pendidikan, Badan Standar Nasional Pendidikan, Evaluasi, Akreditasi, Sertifikasi, Penjamin Mutu, Ketentuan Peralihan, Ketentuan Penutup.
Menurut Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: “Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

    2. Peraturan di bidang Pendidikan
        Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional PendidikanPeraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1990 Tentang Status Pendidikan Pancasila dalam Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagai mata kuliah wajib untuk setiap program studi dan bersifat nasional
  • Peraturan Menteri No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
  • Peraturan Menteri No. 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan
  • Peraturan Menteri No. 24 Tahun 2006 Tentang Pelaksana Peraturan Menteri No. 22 dan No. 23
  • Peraturan Menteri Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Kepala Sekolah
  • Peraturan Menteri Nomor 16 Tahun 2007 dan Nomor 32 Tahun 2008 Tentang Guru
  • Peraturan Menteri Nomor 19 Tahun 2007 Tentang Standar Pengelolaan
  • Peraturan Menteri Nomor 20 Tahun 2007 Tentang Standar Penilaian
  • Peraturan Menteri Nomor 24 Tahun 2007 dan Permen Nomor 33 Tahun 2008 tentang Standar Sarana Prasarana.
  • Peraturan Menteri Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Standar Prose
  • Peraturan Menteri Nomor 47 Tahun 2008 Tentang Standar Isi
  • Peraturan Menteri Nomor 24 Tahun 2008 Tentang TU
  • Peraturan Menteri Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Perpustakaan
  • Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Laboratorium
  • Peraturan Menteri Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kesiswaan
  • Keputusan Menteri No. 3 Tahun 2003 Tentang Tunjangan Tenaga Kependidikan
  • Keputusan Menteri No. 34/ U/03 Tentang Pengangkatan Guru Bantu

4. ASAS-ASAS & ALIRAN PENDIDIKAN

            Asas pendidikan memiliki arti hukum atau kaidah yang menjadi acuan kita dalam melaksanakan kegiatan pendidikan. Asas pendidikan merupakan suatu kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir, baik pada tahap perencanaan maupun pelaksanaan pendidikan. Khusus untuk pendidikan di Indonesia, terdapat beberapa asas pendidikan yang memberi arah dalam merancang dan melaksanakan pendidikan itu.

        1. Asas Tut Wuri Handayani

       Sebagai asas pertama, Tut Wuri Handayani merupakan inti dari sitem Among perguruan. Asas yang dikumandangkan oleh Ki Hajar Dwantara ini kemudian dikembangkan oleh Drs. R.M.P. Sostrokartono dengan menambahkan dua semboyan lagi, yaitu:

  • Ing Ngarsa Sung Tulada (jika di depan menjadi contoh)
  • Ing Madya Mangun Karsa (jika ditengah-tengah memberi dukungan dan membangkitkan semangat)
  • Tut Wuri Handayani (jika di belakang memberi dorongan/mengikuti dengan awas).

        2. Tujuan Asas Tut Wuri Handayani adalah:

        Pendidikan dilaksanakan tidak menggunakan syarat paksaan, Pendidikan adalah penggulowenthah yang mengandung makna: momong, among, ngemong.

  • Momong mempunyai arti mengamat-amati anak agar dapat tumbuh menurut kodratnya.
  • Among mengandung arti mengembangkan kodrat alam anak dengan tuntutan agar anak didik dapat mengembangkan hidup batin menjadi subur dan selamat.
  • Ngemong berarti kita harus mengikuti apa yang ingin diusahakan anak sendiri dan memberi bantuan pada saat anak membutuhkan.
  • Pendidikan menciptakan tertib dan damai (orde en vrede),
  • Pendidikan tidak ngujo (memanjakan anak), dan
  • Pendidikan menciptakan iklim, tidak terperintah, memerintah diri sendiri dan berdiri di atas kaki sendiri (mandiri dalam diri anak didik).

        3. Penerapan Asas Tut Wuri Handayani adalah:

  • Peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan dan keterampilan yang diminatinya di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan yang disediakan oleh pemerintah sesuai peran dan profesinya dalam masyarakat. Peserta didik bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri
  • peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan kejuruan yang diminatinya agar dapat mempersiapkan diri untuk memasuki lapangan kerja bidang tertentu yang diinginkannya
  • peserta didik memiliki kecerdasan yang luar biasa diberikan kesempatan untuk memasuki program pendidikan dan keterampilan sesuai dengan gaya dan irama belajarnya,
  • peserta didik yang memiliki kelainan atau cacat fisik atau mental memperoleh kesempatan untuk memilih pendidikan dan keterampilan sesuai dengan cacat yang disandang agar dapat bertumbuh menjadi manusia yang mandiri,
  • peserta didik di daerah terpencil mendapat kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan keterampilan agar dapat berkembang menjadi manusia yang memiliki kemampuan dasar yang memadai sebagai manusia yang mandiri, yang beragam dari potensi dibawah normal sampai jauh diatas normal (Jurnal Pendidikan,1989) 

        3. Asas Kemandirian dalam Belajar

      Baik asas tut wuri handayani maupun belajar sepanjang hayat secara langsung erat kaitannya dengan asas kemandirian dalam belajar. Asas tut wuri handayani pada prinsipnya bertolak dari asumsi kemampuan siswa untuk mandiri, termasuk mandiri dalam belajar.

      Kemandirian dalam belajar dapat diartikan sebagai aktifitas belajar yang berlangsung lebih didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri, dan tanggung jawab sendiri dari pembelajaran. Pengertian tentang belajar mandiri sampai saat ini belum ada kesepakatan dari para ahli. Ada beberapa variasi pengertian belajar mandiri yang diutarakan oleh para ahli seperti dipaparkan Abdullah (2001:1-4) sebagai berikut:

  1. Belajar Mandiri memandang siswa sebagai para manajer dan pemilik tanggung jawab dari proses pelajaran mereka sendiri. Belajar Mandiri mengintegrasikan self- management (manajemen konteks, menentukan setting, sumber daya, dan tindakan) dengan self-monitoring (siswa memonitor, mengevaluasi dan mengatur strategi belajarnya) (Bolhuis; Garrison)
  2. Peran kemauan dan motivasi dalam Belajar Mandiri sangat penting  dalam memulai dan memelihara usaha siswa. Motivasi memandu dalam mengambil keputusan, dan kemauan menopang kehendak untuk menyelami suatu tugas sedemikian sehingga tujuan dapat dicapai (Corno; Garrison).
  3. Di dalam belajar mandiri, kendali secara berangsur-angsur bergeser dari para guru ke siswa. Siswa mempunyai banyak kebebasan untuk memutuskan pelajaran apa dan tujuan apa yang hendak dicapai dan bermanfaat baginya (Lyman; Morrow, Sharkey, & Firestone).

        Perwujudan asas kemandirian dalam belajar akan mampu menempatkan guru dalam peran utama sebagai fasilitator dan motivator, disamping peran-peran lain: informator, organisator dan sebagainya. Sebagai fasilitator guru diharapkan menyediakan dan mengatur berbagai sumber belajar sedemikian sehingga memudahkan peserta didik berinteraksi dengan sumber-sumber tersebut. Sedangkan sebagai motivator, guru mengupayakan timbulnya prakarsa peserta didik untuk memanfaatkan sumber belajar itu.

        4. Asas Pendidikan Sepanjang Hayat

        Asas belajar sepanjang hayat (life long learning) merupakan sudut pandang dari sisi lain terhadap pendidikan seumur hidup (life long education). Kurikulum yang dapat meracang dan diimplementasikan dengan memperhatikan dua dimensi yaitu dimensi vertikal dan horisontal.

  • Dimensi vertikal dari kurikulum sekolah meliputi keterkaitan dan kesinambungan antar tingkatan persekolahan dan keterkaitan dengan kehidupan peserta didik di masa depan.
  • Dimensi horisontal dari kurikulum sekolah yaitu katerkaitan antara pengalaman belajar di sekolah dengan pengalaman di luar sekolah.

5. TEORI-TEORI & PILAR PENDIDIKAN

    a. Teori-teori Pendidikan

        1. Behaviorisme

    Kerangkah kerja teori pendidikan behaviorisme adalah empirisme. Asumsi filosofis dari behaviorisme adalah nature of human being (manusia tumbuh secara alami). Latar belakang empirisme adalah How we know what we know (bagaimanah kita tahu apa yang kita tahu). Menurut paham ini pengetahuan pada dasarnya diperoleh dari pengalaman (empiris). Aliran behaviorisme didasarkan pada perubahan tingkah laku yang dapat diamati. Oleh karena itu aliran ini berusaha mencoba menerangkan dalam pembelajaran bagaimana lingkungan berpengaruh terhadap perubahan tingkah laku. Dalam aliran ini tingkah laku dalam belajar akan berubah kalau ada stimulus dan respon. Stimulus dapat berupa prilaku yang diberikan pada siswa, sedangkan respons berupa perubahan tingkah laku yang terjadi pada siswa. Jadi, berdasarkan teori behaviorisme pendidikan dipengaruhi oleh lingkungan. Tokoh aliran behaviorisme antara lain : Pavlov, Watson, Skinner, Hull, Guthrie, dan Thorndike.

        2. Kognitivisme.

          Kerangka kerja atau dasar pemikiran dari teori pendidikan kognitivisme adalah dasarnya rasional. Teori ini memiliki asumsi filosofis yaitu the way in which we learn (Pengetahuan seseorang diperoleh berdasarkan pemikiran) inilah yang disebut dengan filosofi rationalisme. Menurut aliran ini, kita belajar disebabkan oleh kemampuan kita dalam menafsirkan peristiwa atau kejadian yang terjadi dalam lingkungan. Teori kognitivisme berusaha menjelaskan dalam belajar bagaimanah orang-orang berpikir. Oleh karena itu dalam aliran kognitivisme lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar itu sendiri. karena menurut teori ini bahwa belajar melibatkan proses berpikir yang kompleks. Jadi, menurut teori kognitivisme pendidikan dihasilkan dari proses berpikir. Tokoh aliran Kognitivisme antara lain : Piaget, Bruner, dan Ausebel. 

        3. Konstruktivisme.

          Menurut teori konstruktivisme yang menjadi dasar bahwa siswa memperoleh pengetahuan adalah karena keaktifan siswa itu sendiri. Konsep pembelajaran menurut teori konstruktivisme adalah suatu proses pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk melakukan proses aktif membangun konsep baru, dan pengetahuan baru berdasarkan data. Oleh karena itu proses pembelajaran harus dirancang dan dikelola sedemikian rupa sehinggah mampu mendorong siswa mengorganisasi pengalamannya sendiri menjadi pengetahuan yang bermakna. Jadi, dalam pandangan konstruktivisme sangat penting peranan siswa. Agar siswa memiliki kebiasaan berpikir maka dibutuhkan kebebasan dan sikap belajar. Menurut teori ini juga perlu disadari bahwa siswa adalah subjek utama dalam penemuan pengetahuan. Mereka menyusun dan membangun pengetahuan melalui berbagai pengalaman yang memungkinkan terbentuknya pengetahuan. Mereka harus menjalani sendiri berbagai pengalaman yang pada akhirnya memberikan pemikiran tentang pengetahuan-pengetahuan tertentu. Hal terpenting dalam pembelajaran adalah siswa perlu menguasai bagaimana caranya belajar. Dengan itu ia bisa menjadi pembelajar mandiri dan menemukan sendiri pengetahuan-pengetahuan yang ia butuhkan dalam kehidupan. Tokoh aliran ini antara lain : Von Glasersfeld, dan Vico )

        4. Humanistik

        Teori ini pada dasarnya memiliki tujuan untuk, memanusiakan manusia. Oleh karena itu proses belajar dapat dianggap berhasil apabila si pembelajar telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata lain si pembelajar dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.

      Menurut aliran Humanistik para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikulum untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini. Beberapah psikolog humanistik melihat bahwa manusia mempunyai keinginan alami untuk berkembang untuk menjadi lebih baik dan belajar. Secara singkat pendekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk mengembangkan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri, menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat. Keterampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik. Dalam teori humanistik belajar dianggap berhasil apabila pembelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.

        Akhirnya , dapat disimpulkan pendidikan merupakan syarat mutlak apabila manusia ingin tampil dengan sifat-sifat hakikat manusia yang dimilikinya. Dan untuk bisa bersosialisasi antar sesama manusia inilah manusia perlu pendidikan. Definisi tentang pendidikan banyak sekali ragamnya dengan definisi yang satu dapat berbeda dengan yang lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh sudut pandang masing-masing. Pendidikan, seperti sifat sasarannya yaitu manusia, mengandunga banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks. Karena sifatnya yang kompleks itu, maka tidak ada satu batasan pun secara gamblang dapat menjelaskan arti pendidikan. Batasan tentang pendidikan yang dibuat oleh para ahli beraneka ragam dan kandungannya dapat berbeda yang satu dengan yang lain. Perbedaan itu bisa karena orientasinya, konsep dasar yang digunakannya, aspek yang menjadi tekanan, atau karena falsafah yang melandasinya. Yang terpenting dari semua itu adalah bahwa pendidikan harus dilaksanakan secara sadar, mempunyai tujuan yang jelas, dan menjamin terjadinya perubahan ke arah yang lebih baik.

    b. Pilar Pendidikan

        Unesco memberikan empat pilar pendidikan yang terdiri atas; Learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together in peace. Tetapi untuk mencapai Tujuan Pendidikan Nasinal, tidak cukup dengan empat pilar tersebut, maka dalam pendidikan di Indonesia ditambah dengan pilar pendidikan “Belajar untuk memperkuat keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia”.

Berikut uraian masingmasing pilar pendidikan tersebut.

    1. Belajar untuk mencari tahu (learning to know)

        Belajar untuk mencari tahu terkait dengan cara mendapatkan pengetahuan melalui penggunaan media atau alat yang ada. Media bisa berupa buku, orang, internet, dan teknologi yang lainya. Implementasinya untuk mencari tahu tersebut di Indonesia sudah berjalan melalui proses belajar membaca, menghafal, dan mendengarkan, baik yang terjadi di dalam kelas maupun dalam kehidupan sehari – hari.

    2. Belajar untuk mengerjakan (learning to do)

        Belajar untuk melakukan atau berkarya, hal ini tidak terlepas dari belajar mengetahui karena perbuatan tidak terlepas dari ilmu pengetahuan. Belajar untuk melakukan atau berkarya merupakan upaya untuk senantiasa melakukan dan berlatih keterampilan untuk keprofesionalan dalam bekerja. Terkait dengan pembelajaran didalam kelas, maka belajar untuk mengerjakan ini sangat diperlukan latihan keterampilan bagaimana peserta didik dapat menggunakan pengetahuan tentang konsep atau prinsip mata pelajaran tertentu dalam mata pelajaran lainnya atau dalam kehidupannya sehari­hari. Dengan demikian peserta  didik  memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang dapat mempengaruhi kehidupannya dalam menetukan pilihan kerja yang ada di masyarakat.

    3. Belajar untuk menjadi (learning to be)

        Belajar untuk menjadi atau berkembang utuh, belajar untuk menjadi atau berkembang secara utuh berkaitan dengan tuntutan kehidupan yang semakin kompleks sehingga dibutuhkan suatu karakter pada diri individu. Belajar menjadi pribadi yang berkembang secara optimal yang memiliki kesesuaian dan keseimbangan pada kepribadianya baik itu moral, intelektual, emosi, spiritual, maupun sosial. Sehingga dalam pembelajaran, guru memiliki kewajiban untuk mengembangkan potensi peserta sesuai dengan bakat dan minatnya agar peserta didik tersebut dapat menentukan pilihannya, terlepas dari siapa dan apa pekerjaanya, tetapi yang penting adalah dia menjadi sosok yang pribadi memiliki keunggulan.

    4. Belajar untuk hidup bersama dalam kedamaian (learning to live together in peace)

        Belajar hidup bersama ini sangat penting, karena masyarakat yang beragam, baik dilihat dari latar belakang, suku, ras, agama, etnik, atau pendidikan. Pada pembelajaran, peserta didik harus memahami bahwa keberagaman tersebut bukan untuk dibeda­bedakan, akan tetapi dipahamkan bahwa keberagaman tersebut tergabung dalam suatu lingkungan masyarakat. Oleh karena itu saling membantu dan menghargai satu dengan yang lainya sangat diperlukan agar tercipta masyarakat yang tertib dan aman, sehingga setiap individu dapat belajar dan hidup dalam kebersamaan dan kedamaian.

    5. Belajar untuk memperkuat keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia (Learning to believe in God)/ Belajar untuk beriman kepada TYME

        Pilar yang ini hanya terdapat dalam secara tersirat dalam pendidikan   di   Indonesia   sesuai   dengan   UndangUndang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas yang menyatakan bahwa salah satu Tujuan Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dasar-Dasar Pendidikan Agama Kristen

1. HAKIKAT PENDIDIKAN    Pendidikan berasal dari bahasa Yunani “paedagogiek” (paid = anak, agogos = membimbing/menuntun, iek = ilmu) adalah...